Konflik Drama

Apakah kamu senang melihat sebuah pertunjukan drama? Sebuah drama dibuat untuk banyak hal. Ada yang tujuannya hanya menghibur, tapi banyak juga drama yang dibuat dengan menyelipkan berbagai pesan moral, sindiran politik, keresahan tertentu, dan masih banyak lagi. Dalam drama, ada beberapa komponen yang perlu kamu ketahui, di antaranya adalah plot dan konflik. Kali ini, yuk kita bahas lebih dalam tentang konflik yang ada dalam sebuah drama.

Konflik adalah pertentangan atau ketegangan dalam sebuah drama. Konflik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:

1. Konflik eksternal

Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara tokoh dengan sesuatu di luar dirinya, baik dengan lingkungan alam ataupun lingkungan manusia. Konflik eksternal dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan. Misalnya, konflik yang dialami tokoh akibat banjir, kemarau panjang, gunung meletus, ataupun peristiwa alam lainnya.

b. Konflik sosial adalah konflik atau masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia. Misalnya, masalah penyiksaan, penindasan, pertengkaran.

2. Konflik internal atau konflik batin

Konflik batin adalah konflik antara tokoh dengan dirinya sendiri. Konflik jenis ini cenderung lebih sulit digambarkan dan butuh keahlian. Ada berbagai jenis drama yang dikenal masyarakat, antara lain teater rakyat, lenong, sandiwara, dan drama. Bentuk drama meliputi drama berbentuk prosa dan drama berbentuk puisi (balada).

Jadi, itulah 2 jenis konflik dalam drama yang perlu kamu tahu. Dalam drama biasanya ada banyak konflik. Sebagian di antaranya adalah gabungan dari konflik eksternal dan internal. Konflik-konflik inilah yang membuat suatu drama menarik. Cara tokoh menghadapi konflik akan sangat menentukan akhir dari drama yang ditampilkan. Apakah kamu juga suka bermain drama? (mdk/iwe)

Konflik adalah pertentangan atau ketegangan dalam sebuah drama. Konflik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:

1. Konflik eksternal

Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara tokoh dengan sesuatu di luar dirinya, baik dengan lingkungan alam ataupun lingkungan manusia. Konflik eksternal dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan. Misalnya, konflik yang dialami tokoh akibat banjir, kemarau panjang, gunung meletus, ataupun peristiwa alam lainnya.

b. Konflik sosial adalah konflik atau masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia. Misalnya, masalah penyiksaan, penindasan, pertengkaran.

2. Konflik internal atau konflik batin

Konflik batin adalah konflik antara tokoh dengan dirinya sendiri. Konflik jenis ini cenderung lebih sulit digambarkan dan butuh keahlian. Ada berbagai jenis drama yang dikenal masyarakat, antara lain teater rakyat, lenong, sandiwara, dan drama. Bentuk drama meliputi drama berbentuk prosa dan drama berbentuk puisi (balada).

Jadi, itulah 2 jenis konflik dalam drama yang perlu kamu tahu. Dalam drama biasanya ada banyak konflik. Sebagian di antaranya adalah gabungan dari konflik eksternal dan internal. Konflik-konflik inilah yang membuat suatu drama menarik. Cara tokoh menghadapi konflik akan sangat menentukan akhir dari drama yang ditampilkan.
semoga membantu

1 BULAN KEMUDIAN

sasalarasati
Des '19
Penokohan atau perwatakan mempunyai hubungan yang sangat erat karena kedua unsur tersebut berada pada objek yang sama yaitu tokoh atau suatu peran. Tokoh sering juga disebut karakter. Kennedy mengatakan bahwa a character, then, is presumably an imagined person who inhabits a story (1983).

Perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama (Asul Wiyanto, 2004). Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional), dan penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologis, psikologis, dan sosiologis) (Herman J. Waluyo, 2002).

Yang termasuk dalam keadaan fisik tokoh adalah umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmani, ciri khas yang menonjol, suku, bangsa, raut muka. Kesukaan , tinggi atau pendek, kurus atau gemuk, dan sebagainya. Keadaan psikis meliputi watak, kegemaran, mentalitas, standar moral, tempramen, ambisi, kompleks psikologi yang dialami, keadaan emosinya dan sebagainya. Keadaan sosiologis meliputi jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideologi, dan sebagainya.

Dalam cerita, karakter diciptakan bukan tanpa maksud dan tanpa dibarengi sesuatu yang mengelilingi atau melingkupinya. Suatu karakter lahir dalam suatu cerita pasti membawa suatu “bentuk” atau “peran” tertentu. Berhubungan dengan karakter, Georg Simmel mengatakan

The stage character, as it is in the text, is not really, so to speak, a complete man : not a human being in the ordinary sense, but a complex assortment of verbal clues for a man  (Elizabeth and Tom Burns, 1973).
Tokoh dalam suatu fiksi memang suatu tokoh yang seringkali tidak seperti “kebiasaan” orang pada umumnya, dna memang di dalam dunia panggung hal tersebut sangat dapat diterima karena suatu maksud tertentu dari seorang pengarang.

Henry Guntur Tarigan mengatakan bahwa sang dramawan haruslah dapat memotret para pelakunya dengan tepat dan jelas untuk menghidupkan impresi (1993). Watak tokoh itu akan menjadi nyata terbaca dalam dialog dan catatan samping, jenis dan warna dialog akan menggambarkan watak tokoh itu (Herman J. Waluyo, 2002). Mengkaji sebuah cerita tentu tidak akan lepas dari tokoh, karena tokoh merupakan unsur yang penting dalam sebuah cerita.

Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Burhan Nurgiyantoro, 2002).

Berdasar kutipan tersebut dapat diketahui antara seorang tokoh dan kualitas pribadinya memiliki kaitan yang erat dalam penerimaan pembaca. Berawal dari perbedaan-perbedaan karakter dan kepentingan tokoh inilah, selanjutnya menjadi penyebab konflik dalam sebuah cerita. Menurut Jones, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro, 1998).

Pengenalan tokoh dalam sebuah cerita, menurut Jakob Sumarjo dan Saini K.M. (1994), ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memahami karakter tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu:

Melihat apa yang diperbuatnya

Melalui ucapan-ucapannya

Melalui gambaran fisik tokoh

Melalui pikiran-pikirannya

Melalui penerangan langsung dari pengarang

Penokohan yang baik adalah yang dapat menggambarkan tokoh-tokoh dan mengembangkan watak dari tokoh-tokoh tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat. Perkembangan haruslah wajar dan dapat diterima berdasarkan hubungan kausalitas. Penggambaran dari tokoh-tokoh cerita disebut sebagai penokohan.

Ada beberapa jenis tokoh yang terdapat dalam drama. Henry Guntur Tarigan mengatakan ada empat jenis tokoh dalam drama yaitu :

The foil atau tokoh pembantu
The type character atau tokoh serba bisa
The static character atau tokoh statis
The character who developes in the course of play atau tokoh berkembang.
Lebih lengkap lagi, Herman J. Waluyo membagi beberapa jenis tokoh dengan kriteria tertentu. Pertama, berdasarkan perannya terhadap jalan cerita, ada beberapa jenis tokoh yaitu tokoh protagonis (tokoh pendukung cerita), tokoh antagonis (tokoh penentang cerita), dan tokoh tritagonis (tokoh pembantu). Pembagian yang kedua berdasarkan perannya dalam lakon serta fungsinya, terdapat jenis tokoh sebagai berikut:

Tokoh sentral yakni tokoh yang paling menentukan gerak lakon

Tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral, dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral, dapat juga disebut tokoh tritagonis; tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran  pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita.

Masih dalam hubungannya dengan klasifikasi tokoh dalam cerita, Orson Scott Card (2005) membagi tokoh menjadi tiga macam berdasarkan derajat kepentingan tokoh dalam cerita.

1. Tokoh Figuran

Tokoh-tokoh ini tidak dikembangkan sama sekali, mereka hanya merupakan orang di latar belakang, dimaksudkan untuk memberi kesan realisme atau melakukan fungsi sederhana, lalu hilang dan dilupakan.

2. Tokoh Sampingan

Tokoh-tokoh ini mungkin memengaruhi plot, tetapi pembaca tidak dimaksudkan terlibat secara emosional dengan mereka, baik secara negatif maupun positif. Pada umumnya tokoh sampingan melakukan satu atau dua hal dalam cerita lalu hilang.

3. Tokoh Penting

Kelompok ini mencakup ornag–orang yang kita pedulikan, kita cintai atau membenci mereka, takut  mereka atau berharap mereka berhasil. Mereka terus-menerus muncul dalam cerita.
Seluruh perjalanan drama di jiwai oleh konflik pelakuknya.

Konflik itu terjadi oleh pelaku yang mendukung cerita (sering disebut pelaku utama) yang bertentangan dengan pelaku pelawan arus cerita (pelaku penentang). Dua tokoh tersebut disebut dengan tokoh protagonis dan antagonis. Konflik antara tokoh antagonis dengan tokoh protagonis itu hendaknya sedemikian keras, tetapi wajar, realistis, dan logis. Jika dalam wayang kita jumpai konflik antara arjuna dengan buto cakil, maka dalam drama modern konflik semacam itu dianggap tidak realistis dan tidak logis. Dalam benak pembaca (penonton) sudah timbul apriori yang menyatakan, buto cakil pasti kalah. Konflik yang logis adalah dalam suasana yang kurang lebih seimbang dalam permasalahan yang rumit dan memang bisa terjadi sungguh-sungguh dalam kehidupan kita ini.

No comments:

Post a Comment