Teks Hikayat


Ciri kebahasaan teks hikayat antara lain sebagai Berikut.

            Bagaimana kaidah kebahasaan dari cerita hikayat? Semua karya sastra memiliki ciri tertentu dalam membentuk kata dan kalimat. Ciri tersebut terkait dengan kaidah atau aturan yang disebut dengan kaidah kebahasaan. Salah satu diantaranya adalah cerita hikayat memiliki kaidah kebahasaan yang mengatur pembentukan kata dan kalimatnya. 

A.    Banyak menggunakan konjungsi

Kaidah bahasa hikayat yang kedua yaitu penggunaan konjungsi. Sebagaimana yang kita tahu, konjungsi yaitu kata sambung atau ungkapan yang dipakai untuk menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat, menyerupai kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat.

Ciri bahasa yang dominan dalam hikayat adalah banyak penggunaan konjungsi pada setiap awal kalimat.

Perhatikan contoh kutipan hikayat berikut ini.

Maka berkeinginanlah istri Khojan Maimun untuk mendengarkan cerita tersebut. Maka Bayanpun berceritalah kepada Bibi Zainab dengan maksud agar ia dapat memperlalaikan perempuan itu. Hatta setiap malam,Bibi Zainab yang selalu ingin mendapatkan anak raja itu, dan setiap berpamitan dengan bayan. Maka diberilah ia cerita-cerita hingga sampai 24 kisah dan 24 malam. Burung tersebut bercerita, hingga akhirnyalah Bibi Zainab pun insaf terhadap perbuatannya dan menunggu suaminya Khojan Maimum pulang dari rantauannya.

Dalam kutipan tersebut, konjungsi maka digunakan hingga tiga kali.

 



B.     Banyak menggunakan kata arkais

Kaidah bahasa hikayat yang ketiga penggunaan kata-kata arkais. Dalam bahasa Indonesia, kata arkais diartikan sebagai kata-kata kuno yang tak lazim dipakai oleh kita kini ini, berasal dari zaman dahulu. Contohnya, titah (kata, perintah), beroleh (mendapat), buluh (tanaman berumpun, berongga, keras), dan sebagainya. Selain banyak menggunakan konjungsi, hikayat menggunakan kata-kata arkais. Hikayat merupakan karya sastra klasik. Artinya, usia hikayat jauh lebih tua dibandingkan usia Negara Indonesia. Meskipun bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia (berasal dari bahasa Melayu), tidak semua kata dalam hikayat kita jumpai dalam bahasa Indonesia sekarang. Kata-kata yang sudah jarang digunakan atau bahkan sudah asing tersebut disebut sebagai kata-kata arkais.

Dari segi kebahasaan hikayat mempunyai kekhasan yaitu menggunakan bahasa Melayu klasik. Ciri bahasa yang dominan dalam hikayat adalah ditandai dengan: Penggunaan banyak konjungsi (kata penghubung) pada setiap awal kalimat seperti maka, ketika. Penggunaan kata-kata arkais, yaitu kata-kata yang sudah jarang digunakan atau bahkan asing karena hikayat lebih tua dari negara Indonesia, contoh beroleh, titah, buluh, mahligai, inang, upeti, bejana.

 Contoh

Kata Arkais

Makna Kamus

beroleh

mendapat

titah

kata, perintah

buluh

tanaman berumpun, berakar serabut, batangnya beruas-ruas, berongga, dan keras; bambu; aur

  C.    Banyak menggunakan majas atau gaya bahasa

Kaidah kebahasaan hikayat yang pertama adalah penggunaan majas. Dalam cerita hikayat, banyak dijumpai jenis-jenis majas untuk menambah gaya bahasa kisah hikayat. Misalnya, bagaikan, laksana, bak, seperti (majas simile) dan juga majas-majas lainnya, seperti majas metafora, perbandingan, hiperbola, antonomasia, dan sebagainya. Majas atau gaya bahasa yang sering dijumpai dalam teks hikayat antara lain sebagai Berikut

1.      Majas antonomasia

Majas antonomasia yaitu majas yang menyebut seseorang berdasarkan ciri atau sifatnya yang menonjol.

Contoh

Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di negeri antah berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarahdarah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah Si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki.

Si Miskin dalam kutipan hikayat di atas merupakan contoh majas antonomasia.

2.      Majas simile

Majas simile adalah majas yang membandingkan suatu hal dengan hal lainnya menggunakan kata penghubung atau kata pembanding. Kata penghubung atau kata pembanding yang biasa digunakan antara lain:

seperti, laksana, bak, dan bagaikan.

Contoh

Kutipan majas simile pada hikayat bayan budiman:

Adapun akan hamba, tuan ini adalah seperti hikayat seekor unggas bayan yang dicabut bulunya oleh tuannya seorang istri saudagar.

Kutipan majas simile pada cerpen tukang pijat keliling:

Ketepatannya membaca nasib seperti seorang petani memahami gerak musim-musim.


-baik pada hikayat bayan budiman maupun cerpen tukang pijat keliling, menuliskan majas simile dengan kata seperti.-


D.    Persamaan dan perbedaan hikayat dan cerita rakyat

Persamaan hikayat dan cerita rakyat adalah antara lain: Sama-sama teks narasi fiksi. Mempunyai unsur intrinsik yang sama, yaitu tema, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar, gaya bahasa, dan alur. Penggunaan gaya bahasa (majas) dan konjungsi yang menyatakan urutan waktu dan urutan kejadian.

No

Persamaan hikayat dan cerita rakyat

Perbedaan hikayat dan cerita rakyat

1

Fungsi dan tujuan umumnya sama, yaitu sebagai pelipur lara hati si pembaca

 

Hikayat cenderung terikat oleh bahasa melayu, sedangkan cerita rakyat lebih luwes.

 

2

Keduanya merupakan salah satu karya sastra

 

Isi hikayat biasanya bercerita tentang kehebatan dan kesaktian para raja, pangeran dll, sedangkan cerita rakyat umunya memiliki cerita tentang kehidupan masyarakat setempat.

3

Sama-sama menceritakan tentang kejadian masa lalu/lampau

 

Hikyat umumnya menggunakan kata pembuka “ Alkisah “ , sedangkan cerita rakyat menggunkan kata pembuka “ Pada Zaman Dahulu Kala “.

 

4

Bertujuan untuk menyampaikan hal-hal yang baik atau berupa ajaran-ajaran bagi si pembaca.

 

Hikayat biasanya menggunakan kata penghubung maka, syahibul hikayat, shahdan, pada itu dll, sedangkan cerita rakyat menggunakan kata penghubung kemudian, selanjutnya, begitupula dll.

 


No comments:

Post a Comment